Eksploitasi WNI di Kapal China Pembuang Jenazah: Kerja 18 Jam, Minum Air Laut
Kamis, 07 Mei 2020
Tambah Komentar
Jakarta - Dilansir dari Detik.com, Kapal penangkap ikan dari China
disorot karena membuang jenazah anak buah kapal (ABK) warga negara Indonesia (WNI). Kapal tersebut diduga melakukan
eksploitasi terhadap para pekerjanya.

Kapal itu bernama Long Xing 629. Tiga jenazah
WNI dilarung ke laut dari kapal itu. Sebanyak 15 ABK WNI dari kapal tersebut
berhasil mencapai Busan Korea Selatan (Korsel), namun salah satu dari mereka
meninggal. Sebanyak 14 WNI sisanya kini sehat dan menjalani masa karantina
virus Corona di Korsel.
Dua lembaga nonpemerintah mengadvokasi para WNI ini, yakni
Yayasan Keadilan Lingkungan (EJF) dan Advokat untuk Kepentingan Publik (APIL).
EJF merilis keterangan di situs mereka, Rabu (7/5/2020).
EJF menyampaikan para ABK dari Indonesia itu melaporkan
telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di kapal itu. Bentuk
eksploitasi manusia atas manusia ini adalah ini adalah kekerasan fisik, bekerja
18 jam per hari.
Para WNI, termasuk empat orang yang sudah meninggal, bekerja
di kapal Long Xing 629 sejak awal 2019. ABK WNI pertama meninggal dunia pada 21
Desember, ABK WNI kedua meninggal dunia beberapa hari setelahnya setelah
dipindahkan ke kapal lain (sister vessel), yakni dari Long Xing 629 ke Long
Xing 802.
Pada akhir Maret, semua nelayan dipindahkan ke dua kapal
lain lagi untuk sandar ke Busan, Korsel. ABK WNI ketiga meninggal dunia saat
dalam perjalanan di Tian Yu, China. ABK WNI keempat meninggal dunia saat sudah
mencapai Busan, Korsel.
Penyintas kapal pembuang jenazah melaporkan bahwa para
korban mengalami bengkak-bengkak, sakit di dada, dan kesulitan bernapas selama
beberapa pekan. Kapten kapal dilaporkannya menolak sandar ke pelabuhan supaya
para WNI mendapat pertolongan medis. Kapal tetap berada di lautan selama
setahun tanpa sandar di pelabuhan.
Para ABK menghubungkan kematian rekan-rekannya itu dengan
kondisi kerja di kapal yang buruk, termasuk kualitas air yang mereka minum. ABK
Indonesia melaporkan kepada APIL, mereka disuruh meminum air laut, sedangkan
ABK China diberi air minum kemasan botol.
MBC News melaporkan ABK Indonesia disuruh minum air
laut yang telah melalui proses penyaringan, namun efeknya membuat pusing
kepala.
EJF menduga awak senior kapal tersebut telah melakukan
kekerasan fisik setidaknya kepada dua ABK asal Indonesia. Mereka bekerja 18 jam
sehari, dan pada keadaan tertentu bisa bekerja dua hari tanpa istirahat. MBC
News menyampaikan dalam liputan eksklusifnya, salah satu ABK mengaku
bekerja 30 jam dan hanya boleh istirahat setiap 6 jam sekali.
"Waktu kerjanya, berdiri sekitar 30 jam, dan setiap 6
jam ada jam makan. Nah, jam makan inilah yang dimanfaatkan kami hanya untuk
duduk," kata salah satu ABK WNI dalam tayangan berita MBC News.
Berdasarkan kontrak kerja mereka, kebanyakan ABK setuju
bekerja dengan gaji bulanan USD 300 atau sekitar Rp 4.553.100,00 untuk kurs
saat ini. Namun, kenyataannya, banyak dari mereka yang dibayar USD 1 per hari
atau USD 42 per bulan, sekitar Rp 637.434,00 per bulan untuk kurs saat ini.
Duit sekecil itu juga masih dipotong biaya perekrutan dan
uang keamanan. Maka dapat dikatakan, mereka dibayar sekitar USD 300 (Rp 4,5
juta) untuk setahun. Gaji tiga bulan pertama ditahan untuk biaya potongan.
Paspor semua ABK ditahan oleh kapten selama di kapal.
Penahanan paspor dilakukan saat awal kontrak kerja.
"Eksploitasi yang parah terhadap pekerja dalam kasus
ini hanyalah pucuk dari gunung es. Kita harus memahami bahwa ada mekanisme
struktural dan kontrak yang mencegah orang-orang ini untuk pergi dari pekerjaan
dan memaksa mereka bekerja, bahkan ketika mereka menghadapi sakit yang sangat
parah dan pelanggaran hak asasi manusia," kata pengacara APIL, JongChul
Kim, dalam keterangan EJF.
Belum ada Komentar untuk "Eksploitasi WNI di Kapal China Pembuang Jenazah: Kerja 18 Jam, Minum Air Laut"
Posting Komentar