Viral Keluarga PDP di Manado Mengaku ‘Disogok’, Ini Penjelasan Rumah Sakit!
Senin, 01 Juni 2020
Tambah Komentar
Klikshare.info – Viral sebuah Video
terkait pernyataan ada pihak rumah sakit di Manado lakukan sogok terhadap
keluarga dari jenazah yang meninggal dunia dengan status pasien dalam
pengawasan (PDP).

Dalam video yang berdurasi 10
menit 42 detik itu, anak dari almarhum mengatakan, bahwa sang ayah sebelumnya
diperiksa negatif Covid-19.
Ia menerangkan, bahwa pada saat
selesai memandikan jenazah ayahnya, pihak RS dalam hal ini dokter yang
menangani memberikan sejumlah uang kepadanya beserta pak Imam.
“Mereka (dokter) ada beri uang.
Setelah ayah saya dimandikan, dari RS akan masukkan ke peti tapi kami keluarga
menolak. Dokter kasih uang tapi kami tolak,” ucapnya dalam video itu.
Dalam video tersebut juga, si
perekam berulang kali menyatakan bahwa ada terjadi sogok terhadap keluarga dan
meminta untuk diviralkan.
Si perekam tersebut juga
menanyakan apakah ada tidaknya bukti soal pemberian uang, anak dari almarhum
tersebut mengatakan tidak ada.
“Tidak ada, namun saat itu ada
adik saya dan pak imam yang mendengarkan”, jelasnya.
Peristiwa ini terjadi di
Kecamatan Singkil, Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara.
Diketahui, pasien meninggal dunia
di Ruang ICU Isolasi RSU Pancaran Kasih GMIM Manado, Senin (1/6) sekira pukul
13.30 Wita.
Pasien yang masuk rumah sakit (RS)
sejak 26 Mei lalu itu, diketahui masuk kategori PDP lantaran didiagnosa
mengalami Pneumonia dan kehilangan kesadaran.
Mengutip Manadopost, Juru
Bicara Gugus Tugas Covid-19 Provinsi Sulawesi Utara Sulut (Sulut) Steaven
Dandel mengatakan, keluarga pasien tidak mau dimakamkan tatacara Covid-19 dan
membawa lari jenazah dari RSPK.
“Jadi petugas medis dan keamanan
terkurung di dalam RS. Tindakan tim medis mempertahankan status PDP. Tapi kalau
sudah ada dalam situasi yang mengancam jiwa, prioritas utama adalah keselamatan
diri. Kasus ini bisa dibawa ke ranah hukum oleh RS. Karena sudah ada perusakan
fasilitas,” jelasnya.
Dandel menambahkan, dari provinsi
memiliki tim pendamping psikologis untuk masalah seperti ini. Tapi ungkapnya,
situasi di lokasi pada waktu itu, tidak bisa dilakukan tindakan apapun. “Bahkan
tokoh agama yg dilibatkan juga dikurung di dalam RS. Situasi tidak terkendali.
Karena jumlah massa sangat banyak,” katanya.
Dandel menanggapi terkait isu
pemberian uang dalam kasus tesebut. Menurutnya, dalam SOP tidak ada kebijakan
pemberian uang kepada keluarga.
“Yang saya tangkap di dalam
status dokter Suyanto, disebutkan uang diserahkan kepada imam yang dipanggil
pihak RS untuk memandikan dan mensholatkan jenazah. Bukan kepada keluarga,”
tuturnya.
Masih mengutip Manadopost,
Direktur Utama (Dirut) RS Pancaran Kasih dr Frangky Kambey mengatakan, bahwa
tudingan keluarga salah satu pasien yang mengatakan pihak RS menyogok agar
jenazah pasien tersebut dimakankan sesuai protap Covid-19 tidaklah benar.
Kambey menegaskan, isu
menawarkan uang sogok kepada keluarga pasien, tidak benar. “Saya atas nama
direksi dan seluruh karyawan RS GMIM Pancaran Kasih, turut berbelasungkawa atas
kepergian almarum yang meninggal di rumah sakit kami siang tadi (kemarin, red),”
katanya.
Lanjutnya, setiap pasien yang
masuk RS, baik ODP, PDP, dan positif Covid-19, langsung dinotifikasi ke Gugus
Tugas Kota Manado dan Pemprov Sulut. Apabila pasien meninggal, juga diberi tahu
ke Gugus Tugas. Ada protokol yang dilakukan jika pasien meninggal. Yakni
protokol jenazah, karena situasi wabah.
“Di RS kami, yang meninggal ada
pasien yang beragama Kristen Protestan, Katolik, Muslim, Budha, dan Hindu.
Masing-masing ada penanganan sesuai agamanya. Kebetulan pasien ini beragama
Muslim. Jadi kami menggunakan fatwa MUI nomor 18 tahun 2020 tentang pedoman
pengurusan jenazah muslim yang terinfeksi Covid-19,” jelasnya.
Di pasal 7 katanya, disebutkan
jenazah bisa dimandikan, dikafani, dan disalatkan oleh pemuka agama yang
beragama muslim. “Di kami ada kebijakan, karena ini bukan yang pertama,
biasanya kami memberikan insentif kepada yang memandikan, mengkafani, dan
mensalatkan jenazah. Mengingat mereka menanggung resiko yang besar, dalam hal
ini tertular, maka harus menggunakan APD level 3. Biasanya kami berikan insentif
sebesar Rp 500 ribu per orang,” ungkapnya.
Lanjut Kambey, kebetulan yang
terjadi adalah yang memandikan, mengkafankan dan mensalatkan hanya satu orang,
biasanya tiga. Sehingga petugas RS melaporkan, ada dua insentif yang
tertinggal. Sehingga dia menginstruksikan, berikan saja ke siapa saja yang
disitu. Kebetulan yang ada di situ keluarga.
“Menurut petugas, keluarga tidak
menerima. Jadi sebenarnya ada kesalahpahaman. Kalaupun kami salah, kami minta
maaf. Tapi dari lubuk hati yang terdalam, kami hanya menjalankan kebijakan.
Misalnya pun kalau diterima, anggaplah itu sebagai ungkapan belasungkawa kami,
bukan seperti yang diisukan bahwa kami menyogok untuk mengatakan pasien ini
positif Covid-19,” urainya, sembari mengatakan, pasien tersebut terdiagnosa sebagai
PDP. Karena itu, protokol yang digunakan adalah penanganan jenazah Covid-19.
Kambey juga mengklarifikasi,
pihaknya tidak pernah membolehkan jenazah pasien dibawa pulang. “Kalau kami
membolehkan, kami bisa diproses karena melanggar protokol. Semua pasien yang
meninggal, baik statusnya ODP, PDP, dan positif, harus dinotifikasi ke Gugus
Tugas Manado. Jadi kami sudah melakukan tugas dan kewajiban kami, yakni
menangani dan melaksanakan apa yang menjadi protokol. Prinsip kami adalah
menjalankan tugas, dan menunaikan misi kemanusiaan tenaga kesehatan. Kalaupun
ada kesalahan, mungkin miskomunikasi antara dua belah pihak, kami mohon maaf,”
tukasnya. [***]
Belum ada Komentar untuk "Viral Keluarga PDP di Manado Mengaku ‘Disogok’, Ini Penjelasan Rumah Sakit!"
Posting Komentar